Beberapa kuliner tradisional Jakarta tetap bertahan hingga kini karena kelezatannya. Selain soto Betawi dan kerak telor, ternyata ada nasi ulam khas Betawi. Sayangnya, hidangan ini kini semakin sulit ditemukan di kota Jakarta. Bahkan, banyak yang menyebut kuliner khas Betawi ini mulai “langka” di Jakarta.
Padahal, makanan ini punya sejarah panjang sekaligus rasa yang khas. Kita semua berhak untuk melestarikannya, bahkan jika bukan warga Jakarta. Cara paling sederhana adalah mencoba membuatnya sendiri di rumah. Setelah itu, bagikan kepada tetangga agar citarasanya tetap hidup dalam ingatan banyak orang.
Sejarah Nasi Ulam Khas Betawi
Asal-usul nasi ulam khas Betawi memiliki banyak versi. Sebagian menyebutkan pengaruh Tionghoa karena adanya dendeng manis dan bihun goreng. Ada juga yang percaya kuliner khas betawi ini mendapat sentuhan India, terlihat dari serundeng dan kacang yang menjadi pelengkapnya. Versi lain menyinggung pengaruh Belanda, sebab lauk seperti semur dan perkedel lazim hadir di dalamnya.
Konon, nasi ulam juga berawal dari pedagang di Tangerang yang berjualan menggunakan gerobak hingga ke kawasan Glodok. Saat itu, pembeli utamanya adalah kalangan peranakan Indonesia dan Tionghoa.
Dalam bahasa Betawi, “ulam” berarti serundeng dari kelapa parut yang dicampur dengan nasi putih, menghasilkan rasa gurih yang khas. Menariknya, tradisi nasi ulam juga dikenal di suku Melayu di Sumatra, Bali, bahkan Malaysia, dengan variasi bahan dan cara penyajian yang berbeda.
Perbedaan Nasi Ulam dengan Nasi Uduk
Meski sering disamakan, nasi ulam berbeda dengan nasi uduk. Nasi uduk dimasak dengan campuran santan sehingga lebih gurih dari nasinya. Sementara itu, nasi ulam menggunakan nasi putih biasa, tetapi kaya dengan tambahan lauk-pauk seperti dendeng, telur dadar, tahu, tempe, perkedel, kerupuk, hingga bihun goreng. Dengan kombinasi ini, nasi ulam terasa lebih kompleks dan mengenyangkan.
Nasi Ulam Basah dan Kering
Nasi ulam Betawi dikenal dalam dua varian, yaitu nasi ulam berkuah atau basah yang populer di wilayah Jakarta Utara dan Pusat, serta nasi ulam kering tanpa kuah yang banyak ditemukan di Jakarta Selatan.
Di Indonesia sendiri, nasi ulam biasanya diberi tambahan daun kemangi, sambal, lalu ditaburi kacang tanah tumbuk, kerisik, atau serundeng dari kelapa parut sangrai. Untuk menambah kenikmatan, nasi ulam disajikan bersama aneka lauk-pauk seperti dendeng, telur dadar, perkedel, tahu goreng, tempe, hingga kerupuk yang membuatnya semakin lengkap.
Tradisi Nasi Ulam Khas Betawi
Di Jakarta, nasi ulam kerap hadir sebagai menu sarapan karena porsinya cukup lengkap untuk menambah energi. Selain itu, nasi ulam sering dimasak dalam jumlah besar sehingga cocok disajikan dalam acara hajatan.
Melestarikan Nasi Ulam Betawi
Kini, tidak banyak lagi warung yang menjual nasi ulam khas Betawi. Padahal, nasi ini adalah identitas kuliner Jakarta yang sayang jika hilang. Upaya melestarikannya bisa dimulai dari rumah untuk mencoba resep sederhana, lalu membagikannya pada orang terdekat. Semakin sering disajikan, semakin lama pula nasi ulam akan bertahan sebagai bagian dari warisan kuliner Betawi.