Asal Usul Karedok, Salad Khas Sunda yang Menyehatkan

asal usul karedok khas sunda sebagai warisan nusantara Foto: Cookpad.com/Seruni Puspa Indah

Jika salad identik dengan budaya Barat, maka di tanah Sunda ada karedok yang tak kalah menyehatkan. Sajian sayuran segar ini berpadu dengan bumbu kacang gurih yang diulek langsung di cobek, menghadirkan cita rasa autentik sekaligus menyimpan nilai sejarah dari asal usul karedok yang panjang sebagai hidangan khas sunda dan warisan kuliner nusantara

Lebih dari sekadar hidangan pendamping nasi, karedok merepresentasikan filosofi sederhana masyarakat Sunda, yaitu harmonis dengan alam. Bahan-bahannya mudah didapat, cara pengolahannya praktis, tetapi rasa dan nilai gizinya begitu kaya.

Jenis Karedok pada Catatan Budaya

Karedok merupakan “jenis makanan khas Sunda untuk teman nasi (saat makan),” kata budayawan Ajip Rosidi dalam Ensiklopedi Sunda: Alam, Manusia, dan Budaya, termasuk Budaya Cirebon dan Betawi.

Ajip mencatat ada tiga macam karedok: karedok leunca, karedok terong, dan karedok kacang panjang.

  • Karedok leunca menggunakan leunca hijau, dibumbui garam, terasi, kencur, gula, bawang putih, serta kemangi. Bahan-bahan ini diulek hingga tercampur, lalu dicampur leunca dan kemangi yang hanya digerus ringan.
  • Karedok terong berbahan terong lalap, kadang ditambah kacang panjang, mentimun, tauge, kol, dan serawung. Bumbunya terdiri dari garam, terasi, gula merah, kencur, asam, dan oncom.
  • Karedok kacang panjang mirip dengan karedok terong, hanya saja kacang panjang menjadi primadona dengan tambahan cabai pada bumbunya.

Dari ragam ini, terlihat bagaimana masyarakat Sunda mengolah sayuran segar dengan kreativitas tanpa kehilangan kesederhanaannya.

Nilai Gizi Karedok

Karedok bukan hanya nikmat, tetapi juga menyimpan kandungan gizi tinggi. Sayuran segar yang digunakan dipercaya kaya serat, vitamin, serta antioksidan alami. Tidak heran, banyak orang menyebut karedok sebagai “salad tradisional” yang menyehatkan.

Bagi masyarakat Sunda, karedok juga melengkapi sajian harian. Rasanya gurih segar, cocok dipadukan dengan nasi hangat, lauk sederhana, dan sambal pedas yang membuat makan semakin berselera.

Asal Usul Karedok: Antara Cerita Rakyat dan Jejak Sejarah

Ada dua versi menarik mengenai asal-usul karedok.

Asal usul karedok versi pertama datang dari cerita lisan masyarakat Sumedang. Konon, karedok berasal dari Desa Karedok, Kecamatan Jatigede, Kabupaten Sumedang. Kisah ini bermula dari aktivitas Pangeran Soeria Atmadja, bupati Sumedang (1882–1919), yang tengah menjala ikan di Sungai Cimanuk. Saat beristirahat di Kampung Dobol, ia disuguhi nasi dan karedok terong oleh penduduk. Sang pangeran begitu terkesan dengan kelezatannya, hingga kemudian nama Kampung Dobol diubah menjadi Desa Karedok.

Versi kedua, asal usul karedok berkaitan dengan tradisi makan lalapan dalam budaya Sunda. Sejarawan Fadly Rahman dari Universitas Padjadjaran menjelaskan, bukti tertua kebiasaan makan lalap terekam dalam Prasasti Taji (901 M) di Ponorogo yang menyebut Kuluban Sunda (lalap). Prasasti Panggumulan (902 M) juga menyebut ragam lalap seperti rumwah-rumwah, kuluban, dudutan, dan tetis. Bahkan dalam naskah abad ke-16 Sanghyang Siksa Kandang Karesian disebut istilah kalingana asak deung atah yang mengacu pada lalap mentah dan masak.

Menurut Fadly, hingga awal abad ke-20, konsumsi nabati sangat identik dengan pola makan orang Sunda. Catatan kolonial pun menyebut istilah groenten gerechten (makanan sayuran) yang sering dikaitkan dengan lalap.

Kearifan Lokal dari Sepiring Karedok

Ahli mikrobiologi ITB, Unus Suriawiria, dalam bukunya Lalab dalam Budaya dan Kehidupan Masyarakat Sunda menjelaskan bahwa kegemaran orang Sunda pada lalap sejalan dengan budaya harmoni manusia dengan alam.

Jenis-jenis lalap bahkan telah didokumentasikan dua peneliti Belanda, JJ Ochse dan RC Bakhuizen van den Brink, dalam buku Indische Groenten (1931), yang kemudian diterjemahkan oleh Isis Prawiranagara menjadi Lalab-lalaban (1943).

Disebutkan bahwa lalap bukan hanya daun, tetapi juga umbi (kunyit, kencur), buah muda (pepaya, mentimun, leunca), bunga (kenikir, honje), hingga biji-bijian (petai, biji nangka). Cara mengonsumsinya pun beragam: dimakan mentah, direbus, atau diolah dengan bumbu seperti karedok, lotek, hingga ulukutek.

asal usul karedok sebagai warisan kuliner khas sunda dan nusantara
Foto: Shutterstock

Kesederhanaan inilah yang mencerminkan pandangan hidup masyarakat Sunda, yaitu kenikmatan bisa hadir dari sesuatu yang dekat dengan alam, sehat, dan apa adanya. Tak heran bila kini karedok dinikmati bukan hanya oleh orang Sunda, tetapi juga pencinta kuliner Nusantara dari berbagai daerah.

Wujud Sederhana yang Kaya dengan Makna

Karedok adalah wujud sederhana sekaligus kaya makna dari kuliner Sunda. Ia menyatukan cita rasa segar, kandungan gizi tinggi, hingga nilai budaya yang panjang. Asal usul karedok yang berasal dari cerita rakyat hingga bukti sejarah, karedok menunjukkan betapa eratnya hubungan orang Sunda dengan alam sekitarnya.

Bagi Anda yang ingin mencicipi kuliner tradisional sekaligus sehat, karedok bisa jadi pilihan tepat. Sepiring karedok bukan hanya makanan, tetapi juga perjalanan rasa yang menghubungkan kita dengan sejarah, budaya, dan kearifan lokal masyarakat Sunda.

Sepiring karedok bukan hanya hidangan tradisional, melainkan simbol cara hidup sederhana yang tetap relevan hingga kini. Bagi pencinta kuliner Nusantara, karedok adalah bukti bahwa makanan sehat tidak harus mahal atau rumit, cukup memanfaatkan kekayaan alam yang ada di sekitar.

Jika Anda penasaran dengan kuliner Sunda lainnya, coba juga nasi timbel khas Sunda atau resep nasi liwet sederhana yang sama-sama menghadirkan cita rasa autentik dan sarat makna budaya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *