Bogor, Jajandikit.id – Di balik warna emas yang memikat, kunyit menyimpan perjalanan panjang. Dari pasar tradisional di sudut kampung hingga rak rempah di supermarket internasional, rimpang ini terus mendapat tempat istimewa. Bukan sekadar bumbu dapur, kunyit kini diakui sebagai superfood dunia, diburu karena khasiat kesehatan dan popularitasnya di kuliner modern.
Jejak Panjang Kunyit di Nusantara
Di Indonesia, kunyit sudah berabad-abad menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Hampir setiap rumah tangga akrab dengan warnanya yang khas. Nasi kuning yang disajikan saat syukuran, opor ayam di meja lebaran, hingga jamu kunyit asam yang dijajakan mbok jamu keliling, semua tak lepas dari peran rempah satu ini.
Bagi masyarakat Jawa, kunyit bukan sekadar bumbu, melainkan simbol kebahagiaan dan doa baik. Itulah mengapa nasi kuning identik dengan momen bahagia. Di Sunda, kunyit sering hadir dalam masakan berkuah santan. Bahkan di Bali, kunyit menjadi bagian penting dari base genep, bumbu dasar masakan Bali.
Kunyit Jadi Tren Global
Sementara di Nusantara kunyit sudah akrab sejak lama, di luar negeri ia justru dianggap eksotis. Dalam satu dekade terakhir, kunyit mendadak populer di Eropa dan Amerika. Menu seperti golden milk atau latte kunyit, smoothie berwarna kuning cerah, hingga kue manis berbasis kunyit bermunculan di kafe-kafe modern.
Label “superfood” yang disematkan para ahli kesehatan membuat rempah ini semakin digemari. Dianggap bisa meningkatkan imunitas, melawan peradangan, hingga menjaga kesehatan otak, kunyit kini jadi bagian dari gaya hidup sehat urban. Dari dapur tradisional hingga bar kopi modern, kunyit membuktikan dirinya bisa beradaptasi dengan zaman.
Kurkumin adalah Senjata Rahasia
Mengutip tulisan dari Hope Cancer Welness Center berjudul “Cancer Fighting Superfoods” (03/25), bahwa Kunyit mengandung kurkumin, senyawa dengan sifat anti-inflamasi dan antioksidan yang kuat. Kurkumin telah diteliti potensinya dalam memperlambat pertumbuhan sel kanker.
Popularitas kunyit bukan tanpa alasan. Kandungan utama dalam rimpang ini, yaitu kurkumin, dikenal sebagai antioksidan kuat dan anti-inflamasi alami. Sejumlah penelitian menyebutkan kurkumin mampu membantu:
- Meredakan peradangan sendi, cocok untuk penderita arthritis.
- Meningkatkan daya tahan tubuh.
- Membantu menjaga fungsi otak dan kesehatan jantung.
- Mendukung pencernaan.
Namun ada tantangan besar, yaitu kurkumin sulit diserap tubuh. Inilah mengapa kunyit kerap disarankan dikonsumsi bersama lada hitam. Kandungan piperine pada lada hitam bisa meningkatkan penyerapan kurkumin hingga 20 kali lipat.
Tantangan Mengolah Kunyit
Kelebihan kunyit ada pada aroma dan warnanya yang tajam. Tapi kelebihan itu pula yang membuatnya agak merepotkan. Warna oranye pekat sering kali menempel pada tangan, talenan, hingga baju. Tak heran banyak ibu rumah tangga memilih memakai sarung tangan ketika mengupasnya.
Bagi pedagang jamu gendong di salah satu Pasar di Bogor, noda kunyit sudah jadi bagian dari keseharian. “Tangan saya sudah kuning terus, tapi justru orang percaya jamunya asli karena masih pakai kunyit segar, bukan bubuk instan,” ujar Ibu Wati, pedagang jamu yang sudah 15 tahun berkeliling menjajakan kunyit asam di kawasan Pasar Anyar.
Untuk penyimpanan, kunyit segar bisa bertahan 1–2 minggu di dalam kulkas jika diletakkan dalam wadah tertutup. Jika ingin lebih awet, kunyit bisa disimpan di freezer, lalu diparut saat dibutuhkan.
Dari Pasar Tradisional ke Supermarket Dunia
Di pasar-pasar tradisional Indonesia, kunyit masih dijual dalam bentuk rimpang dengan harga terjangkau. Namun di luar negeri, kunyit segar bisa jadi barang mewah. Di Amerika, misalnya, kunyit segar sering dijual per ons dengan harga jauh lebih mahal dibanding rempah lokal mereka.
Hal ini menunjukkan satu hal: apa yang selama ini dianggap biasa di dapur Indonesia, ternyata jadi bahan berharga di dapur orang lain. Sebuah pengingat bahwa warisan kuliner Nusantara menyimpan potensi besar untuk mendunia.
Kunyit, Rempah Kuno yang Tetap Relevan
Di tengah tren kuliner yang terus berubah, kunyit membuktikan dirinya tak lekang oleh waktu. Ia hadir dalam resep nenek di desa, sekaligus tampil trendi di kafe metropolitan. Dari jamu tradisional hingga mocktail modern, kunyit terus memberi warna baru.
Rempah ini bukan sekadar bumbu, melainkan jembatan antara tradisi dan modernitas, antara dapur lokal dan panggung global.