Kalau hari ini kita mengenal gado-gado sebagai menu sehat yang bisa ditemukan di kedai sudut gang, warung kecil hingga restoran hotel berbintang, dulu ceritanya sangat jauh berbeda. Sejarah gado-gado justru lahir dari kondisi terdesak yang serba sulit, yaitu ketika peperangan yang membuat pasokan bahan makanan menjadi langka.
Sejarah gado-gado membuktikan bagaimana kreativitas masyarakat Jawa pada abad ke-17 mengkreasikan makanan sederhana di tengah kondisi perang. Dari sebuah “menu darurat” di medan perang, saat ini gado-gado menjelma menjadi salah satu ikon kuliner Indonesia yang mendunia.
Sejarah Gado-Gado Lahir dari Masa Perang
Kisah gado-gado berawal pada 1628–1629, saat Kesultanan Mataram di bawah Sultan Agung melancarkan serangan besar-besaran ke Batavia. Perjalanan panjang dan taktik bumi hangus VOC yang membakar lumbung beras membuat pasukan Mataram kesulitan untuk mendapatkan pasokan bahan makanan yang menyebabkan kehabisan logistik di tengah peperangan.
Dalam situasi kritis dan terdesak, para prajurit warok dari Ponorogo membuat sambal kacang dari bahan seadanya, lalu menyiramkannya ke sayur-sayuran liar di sekitar sawah. Cara ini menjadi salah satu penyelamat di tengah pasokan bahan makanan dan logistik yang sulit di medan perang.
Dalam bahasa Jawa, kebiasaan makan lauk tanpa nasi disebut gadho. Dari istilah itulah kemudian lahir nama “gado-gado”, salah satu hidangan jenis salad yang kita kenal sekarang.
Dari Gadho hingga Gado-Gado
Seiring waktu, resep darurat ini berkembang. Kini masyarakat mulai menambahkan lontong, tahu, tempe, telur rebus, hingga kerupuk. Yang awalnya sebagai menu darurat dalam kondisi perang, kini menjadi hidangan sehat yang lengkap, sebagai warisan kuliner nusantara.
Ada pula versi lain soal nama gado-gado. Beberapa sejarawan menyebut asal katanya dari bahasa Portugis gadu yang berarti campuran. Sementara sebagian masyarakat percaya istilah itu berasal dari kata “digado” dalam bahasa Indonesia, yang memiliki arti makan tanpa nasi.
Apapun versinya, satu hal yang pasti adalah, bahwa gado-gado merupakan warisan kuliner bangsa Indonesia yang terlahir dari perjuangan anak bangsa untuk merdeka.
Gado-Gado, Ikon Kuliner Nusantara
Kini, gado-gado tak lagi sekadar makanan rakyat. Hidangan ini sering disebut Indonesian Salad dalam pertemuan internasional. Bahkan, TasteAtlas menobatkannya sebagai salah satu salad terbaik di dunia.
Bagi masyarakat Indonesia, gado-gado juga punya makna filosofi, campuran sayur, tahu, tempe, dan lontong yang berbeda-beda, tetapi berpadu harmonis dengan saus kacang. Sebuah simbol persatuan dalam keberagaman, sesuai semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Dari Warung Sudut Gang ke Restoran Mewah
Kalau dulu gado-gado dibuat seadanya, kini kita bisa menemukannya dengan banyak variasi. Ada gado-gado Betawi dengan bumbu kental, gado-gado Surabaya yang lebih gurih, hingga versi Padang dengan tambahan kerupuk merah khas Minang.
Tak hanya itu, gado-gado bahkan hadir di menu restoran internasional. Dari warung sederhana di Jakarta hingga kafe hipster di Eropa, sepiring gado-gado tetap jadi primadona. itulah sejarah gado-gado yang menjadi warisan kuliner nusantara.